Belajar dari TikTok? Saat Hiburan Jadi Ruang Kelas Baru
![]() |
Sumber : gemini |
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, TikTok telah berubah
menjadi ruang yang jauh lebih kompleks. Ia bukan hanya panggung hiburan,
melainkan juga arena diskusi, edukasi, bahkan ruang kelas alternatif.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah benar kita
bisa belajar dari TikTok?
Perubahan cara generasi muda mengonsumsi informasi
menandakan adanya pergeseran paradigma dalam pendidikan.
Jika dulu pengetahuan diperoleh lewat buku, kelas formal,
atau media massa konvensional, kini TikTok hadir menawarkan format baru,
belajar lewat hiburan singkat. Fenomena ini, tentu saja, membawa peluang
sekaligus tantangan.
TikTok dan Ledakan Konten Edukatif
Menurut laporan DataReportal 2024, TikTok memiliki
lebih dari 1,5 miliar pengguna aktif bulanan di seluruh dunia, dengan
dominasi pengguna berusia 16–34 tahun.
Di Indonesia, aplikasi ini menempati posisi tiga besar
platform media sosial paling populer. Angka ini memperlihatkan betapa masifnya
jangkauan TikTok sebagai medium komunikasi.
Di tengah gelombang hiburan, muncul tren #EduTok atau
#LearnOnTikTok, yang menampung jutaan video edukatif, dari tips belajar
bahasa asing, trik matematika, sejarah, sains populer, hingga literasi
keuangan.
Konten berdurasi 15–60 detik itu dirancang ringkas, mudah
dicerna, dan dikemas dengan gaya visual yang menarik.
Fenomena ini menjadi bukti bahwa TikTok telah
bertransformasi: bukan lagi sekadar ruang hiburan, melainkan juga “ruang kelas
baru” yang tak terbatas oleh dinding sekolah.
Keunggulan Belajar dari TikTok
Ada beberapa faktor yang membuat TikTok efektif sebagai
medium belajar alternatif:
- Durasi
Singkat, Informasi Padat
Dengan format video pendek, konten edukasi dipaksa untuk ringkas dan langsung ke poin. Ini cocok untuk generasi yang terbiasa dengan informasi cepat. - Visual
dan Kreatif
Video edukasi di TikTok memanfaatkan musik, animasi, dan efek visual untuk menarik perhatian. Metode ini lebih mudah diingat dibandingkan teks panjang. - Akses
Gratis dan Demokratis
Berbeda dengan kursus berbayar, TikTok memungkinkan siapa pun untuk mengakses informasi tanpa biaya. Bahkan, siapa pun bisa menjadi “guru” dengan membagikan pengetahuan. - Komunitas
Interaktif
Fitur komentar, duet, dan stitch memungkinkan diskusi serta kolaborasi. Penonton bukan hanya konsumen, tetapi juga bisa menjadi bagian dari percakapan.
Risiko dan Tantangan
Meski penuh peluang, penggunaan TikTok sebagai ruang belajar
bukan tanpa risiko
- Superfisialitas
Pengetahuan
Informasi 1 menit cenderung dangkal. Konten edukasi di TikTok sering hanya berupa pengantar, bukan penjelasan mendalam. - Validitas
Informasi
Siapa pun bisa membuat konten. Artinya, potensi hoaks atau misinformasi dalam bentuk “fakta edukatif” sangat besar. - Distraksi
Hiburan
Niat awal menonton konten belajar bisa dengan cepat teralihkan ke hiburan lain di feed. Ini membuat belajar di TikTok rawan tidak fokus. - Ketimpangan
Akses
Tidak semua orang memiliki akses internet stabil. Akibatnya, kelompok tertentu tetap tertinggal meskipun TikTok menyediakan ruang belajar.
Respon Dunia Pendidikan
Belajar dari TikTok telah menarik perhatian institusi
pendidikan dan pemerintah. Beberapa sekolah dan universitas kini memanfaatkan
TikTok sebagai media promosi atau sarana belajar kreatif.
Guru muda membuat konten tips belajar, kampus membagikan
wawasan penelitian, bahkan kementerian ikut memanfaatkan platform ini untuk
edukasi publik.
Namun, di sisi lain, masih ada resistensi. Banyak pendidik
khawatir bahwa kehadiran TikTok justru menurunkan kedalaman proses belajar.
Mereka khawatir siswa hanya mengejar hiburan tanpa
benar-benar memahami konsep yang kompleks.
Baca Juga : Kalau Bosmu Bukan Manusia, Apa Kamu Siap?
Belajar Lewat Hiburan
Fenomena TikTok sebagai ruang belajar tidak berdiri sendiri.
Di banyak negara, media sosial lain seperti YouTube, Instagram, dan podcast
juga dipakai sebagai sarana edukasi non-formal.
Namun, TikTok punya keunggulan karena durasi singkat dan
algoritme yang membuat konten mudah viral.
Tren ini menegaskan bahwa masa depan pendidikan tidak hanya
ada di ruang kelas fisik, melainkan juga dalam ruang digital yang cair,
kreatif, dan mudah diakses.
Kolaborasi, Bukan Pengganti
Apakah TikTok bisa menggantikan sekolah? Jawabannya
kemungkinan besar, tidak. TikTok hanyalah pelengkap, bukan pengganti.
Pendidikan formal tetap diperlukan untuk memastikan kedalaman,
struktur, dan validitas ilmu pengetahuan.
Namun, mengabaikan TikTok sama saja dengan menutup mata pada
kenyataan bahwa generasi muda sudah berada di sana.
Solusi terbaik adalah kolaborasi, mengintegrasikan konten
edukatif digital dengan sistem pendidikan formal, agar siswa bisa belajar
dengan cara yang relevan dengan zamannya.
TikTok telah membuka babak baru dalam cara manusia belajar.
Hiburan kini tak hanya untuk tertawa atau bersantai, tetapi juga bisa menjadi
pintu masuk menuju pengetahuan.
Tentu, risiko misinformasi, distraksi, dan superfisialitas
tetap ada. Namun, jika dikelola dengan bijak, TikTok bisa menjadi ruang kelas
baru yang inklusif dan menyenangkan.
Pada akhirnya, belajar dari TikTok adalah cermin perubahan
zaman, pengetahuan tidak lagi hanya milik ruang kelas, tetapi bisa hadir di
genggaman, kapan saja, di mana saja.
Tantangan bagi kita sekarang adalah bagaimana memastikan
bahwa di balik hiburan singkat itu, ada nilai pendidikan yang tetap terjaga.